OH!

“Oh, sori. Maaf,” katanya saat menabarak dada seorang pria tegap berkemeja putih lengan pendek. Isi gelasnya yang agak penuh menyiprat sedikit ke kemeja pria itu, meninggalkan noda.

Pria itu mengusap bagian ternoda di dadanya. “Tidak apa-apa, sedikit kok,” kata pria itu kemudian menyipitkan mata dibalik kacamata hitam perseginya. “Rena?”

Rena salah tingkah. Baru satu orang ini yang dapat mengenalinya. Rena tersenyum. “Hei, Rangga.”

Sosok cantik dengan pakaian yang terlihat mahal dan pas di tubuh mendekat, berdiri tepat di sebelah Rangga. “Rena, ya? Baru datang? Kok aku tidak melihat kamu daritadi.” Sosok itu mengamati Rena. Menyadari tidak ada yang spesial, dia mengalihkan pandangan kepada Rangga. “Wah, ketumpahan.”

“Iya, aku mau ke arah sana dan menabrak Rangga. Sori,” Rena mengacungkan gelas penyebab noda di kemeja Rangga.

“Terlalu penuh isinya,” sindir wanita cantik itu.

“Apa kabar, Ren? Kerja dimana sekarang?” tanya Rangga.

“Mengajar TK.”

“Wow!” wanita cantik itu mengayunkan bahunya, tertawa ke arah Rangga yang tersenyum.

“TK? Kenapa, Ren?”

“Itu yang kudapat. Aku melamar kemana-mana, tidak ada panggilan, dan aku senang bergaul dengan anak-anak, jadi...”

Sosok wanita lain, kali ini berambut pirang, ikut mendekat ke kerumunan tiga teman lama. “Hai?” sapanya dengan nada menerka-nerka siapa wanita yang sedang berbicara pada Rangga.

“Ini Rena loh, ingat? Dia sekarang mengajar di TK,” kata wanita cantik itu pada si pirang.

“Oh, ya ampun. Aku hampir tidak mengenali kamu. Pangling,” si pirang memaksakan cipika-cipiki pada Rena.

Rena menggenggam sebelah tangannya yang dingin. Sesaat kemudian dia mengetahui ketiga teman lamanya itu kini tinggal di kota yang berbeda-beda. Rangga bekerja di perusahaan asing, si cantik itu istri dari pegawai pemerintahan, dan si pirang tinggal di luar negeri. Mereka membicarakan hal yang tidak dimengerti Rena. Tangan saling menyentuh bahu, bercanda, tertawa, dan terkikik. Rena merasa terasing.

Dalam jeda sekian detik, Rena menyela berpamitan. Ketiga teman lamanya mencegah dengan jurus basa-basi yang mudah sekali dikenali. Begitu juga Rangga yang sempat menahan pergelangan tangannya. Dada Rena serasa sesak ditelanjangi oleh tatapan kedua teman wanitanya. Beginilah wajah teman lama setelah sekian tahun. Apa gunanya menerima ajakan datang kemari jika dianggap tidak selevel.

Rena berjalan menjauhi gedung. Tanpa menunggu, sebuah angkot melintas di depan matanya. Rena dapat lekas meninggalkan tempat yang dalam hitungan menit menggores hatinya.
Pantat wanita gemuk di sebelah Rena serasa empuk bergesekan dengan paha Rena. Angkot berjalan lambat. Rena melongok melihat jarum spidometer yang tak jauh dari angka tigapuluh. Dia mendesah dalam hati.

Kepala Rena berayun, menunduk. Rambutnya yang digerai sebahu meluncur menutupi wajahnya. Pikirannya lelah mencerna sepuluh tahun yang sudah.

Rena duduk di bangku baris keempat dari depan menghadap ke depan kelas seperti teman-temannya yang lain. Tangannya mencatat soal di papan tulis sekaligus menuliskan jawaban di bawahnya. Dia merasa otaknya memproses dengan cepat. Teman sebangkunya, Rangga, kagum sehingga memujinya. Pipi Rena memerah.

Seorang guru memanggil Rena ke kantor kepala sekolah. Rena mengikuti guru tersebut ke kantor kepala sekolah yang terlihat berbeda dari biasanya. Rena menerka-nerka apa yang berbeda. Dia berpikir keras tetapi tidak mendapat jawabannya. Kepala sekolah menyilakan Rena untuk duduk. Rena akan diikutsertakan dalam olompiade berhitung tingkat nasional. Jantung Rena berdegup.

“Mampukah saya?”

“Tentu.”

Beberapa bulan kemudian Rena berdiri di tengah sebuah hall. Dia sang finalis yang akan beradu cepat pada babak terakhir penentuan pemenang. Penonton yang sebagian besar merupakan siswa peserta yang gugur bersorak. Riuh rendah suara hampir tidak terdengar di telinga Rena. Yang dirasakannya hanya kekaguman. Banyak mata memandangi, mendukung, dan tersenyum padanya. Rena menjawab sebuah pertanyaan penentu tanpa berpikir. Mulutnya berbicara sendiri tanpa diperintahnya. Seisi gedung yang ternyata teman-temannya sendiri bersorak. Acara itu disiarkan ulang di televisi. Rena melihat sendiri sosoknya yang kecil di tengah hall itu dengan ekspresi kosong bersalaman dengan orang-orang penting saat menerima hadiah.

Televisi.

Rena mematikan televisi itu. Orangtua dan saudara-saudaranya melewatkan acara siaran ulang tersebut. Ragu-ragu, ketika makan malam Rena menceritakan apa yang dialaminya. Keluarganya terdiam seperti dalam adegan slow motion. Entong di tangan ayah beralih sangat lambat ke tangan ibu. Tiba-tiba kembali normal. Sayangnya sepertinya tidak ada yang mendengar ucapannya. Dia mengurungkan niat menceritakan kembali. Dia bukan seorang yang sombong. Dikatupkannya rapat bibirnya.

Rena beranjak ke kamar, membuka pintu kamar lebih lebar dari biasanya. Berharap orangtuanya dapat melihat penghargaan dari acara tersebut yang terpampang di meja belajar. Dia berdiri canggung di dalam kamar.

Sepupunya masuk, menemukan penghargaan itu dan berteriak pada seluruh penghuni rumah. Mereka mendengar, mereka kagum, mereka kemudian tidak kagum setelah pertanyaan sang sepupu, “Mana hadiah uangnya?”

Rena terpaku.

Sepertinya dia telah mengantonginya, sepertinya dia menaruhnya di lemari. Dia mencari-cari segepok uang itu di selipan baju, di bawah bantal, nihil. Sedih, dia membanting bantalnya. Sepupunya sudah sedari tadi meninggalkannya sendirian di kamar. Bukti nyata dia menang tidak ada. Dia sesenggukan di bantal. Tiba-tiba tangannya menyentuh buku tabungan di bawah bantal. Dibukanya buku itu, tertulis di sana enambelas juta rupiah.
Dia bangkit, duduk di tepi ranjang, memegang erat buku tabungan, melihatnya lagi, dan lagi. Masih sama.

“Ibu, lihat,” pintanya.

Ibunya melihat sekilas ke buku tabungan. Satu juta enam ratus ribu rupiah, sama dengan saldonya yang sudah-sudah. Ibunya mengatakan dengan meremehkan. Rena tidak merasa sedang mengarang kejadian. Dia telah melihat berkali-kali tertera angka yang sama. Takut-takut, dia melihat buku itu. Enambelas juta rupiah. Rena memperlihatkannya kembali pada sang ibu, menunjukkan penghitungan nol-nya.

“Apa kubilang,” katanya cuek sambil kembali membilas pakaian.

Ibunya benar.

Rena menghitung lagi dan lagi. Raut mukanya berubah sendu. Jika aku sebodoh ini bagaimana mungkin aku menang. Apakah aku benar-benar menang? Dia bertanya-tanya dalam hati.
Malam menjelang, Rena berdiri termenung di depan televisi. Yakin siapa yang dilihatnya di televisi waktu itu adalah dirinya. Dia juga telah jelas-jelas bersalaman dengan ketua panitia olimpiade pada waktu itu.

Bagaimana bisa?

“Kau menggunakan uangmu sebelumnya sampai habis. Kau mendapat hadiah satu juta enam ratus. Anggap saja uangmu utuh,” kata ibunya sambil lalu.
Hari berganti minggu yang berganti bulan kemudian tahun. Dia kini menjadi pengusaha sukses. Berhektar-hektar sawah dan ladang terhampar di depan matanya.

“Itu yang di sebelah sana juga milik anda?”

“Milikku? Kapan aku membelinya?”

Anak buahnya yang berusia lebih tua darinya membungkuk sopan padanya kemudian menjawab. Jawaban itu tidak begitu terdengar di telinga Rena tetapi dia merasa puas dengan jawaban itu. Semua ini benar miliknya, tidak seperti uang sebesar satu juta enam ratus ribu yang lalu.

“Anda ada jadwal wawancara di televisi tentang usaha anda,” pegawainya yang lain mengingatkan Rena.

Tak lama kemudian Rena sudah berpakaian rapi di sebuah studio televisi. Rasa-rasanya dia mengenall baik studio ini. Tahu dimana letak persis toiletnya. Rena ke toilet sebentar namun tidak jadi melakukan yang akan dilakukannya.

Dia kemudian melangkah, melambai, berjalan ke kursi yang terletak di tengah sorotan kamera. Di jauh, tiga teman lamanya duduk berdampingan menyaksikan. Rena tersenyum dalam hati. Aku lebih dari kalian.

Pembawa acara mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada Rena. Lagi, Rena menjawab tanpa berpikir tanpa memerintah bibirnya untuk bergerak.

“Sepuluh tahun yang panjang. Untuk berhasil memerlukan usaha dan usaha, terus berusaha dan berjuang,” katanya seakan kalimat itu menumpahkan semua emosi di dada. Penanya menyambut dengan senyum kagum.

Bayangan di kepala Rena berkelebat. Tahun demi tahun yang terlewati sampai di titik ini. Jika dia sesukses ini, diwawancara seolah hidupnya menginspirasi, kenapa batinnya merasa hampa? Kenapa sepertinya hasil kerja kerasnya tidak terasa di tangannya?

Duduk di tengah sorot kamera dan tepukan penonton tanpa saldo rekening yang bertambah. Rena bingung tetapi ditepisnya pikiran itu. Tidak, bantahnya dalam hati kemudian. Ada berhektar-hektar sawah dan ladang. Sekarang aku pasti salah melihat angka lagi.

Sekarang?

“Sekarang jam berapa, Bu?”

Siapa yang memanggilnya Bu.

Sosok tampan berbahu tegap di sampingnya menggoyang-goyangkan bahunya. Rena melihat pergelangan tangan kiri pria itu. Tidak ada jam tangan di sana.

“Sekarang jam berapa, Bu?” tanyanya lagi.

Rena melirik jam tangan antik, terlihat tua di tangan kirinya. Entah kenapa dengan kekayaan tadi dirinya tidak memiliki yang lebih bagus.

“Setengah satu,” jawab Rena. Pantas panas sekali, batinnya.

Sekarang.

Benaknya kemudian berbisik, mimpi adalah manifestasi kenangan yang terlupakan, kejadian yang tidak terlaksana di masa lalu.

Review Novel BADAI PASTI BERLALU - MARGA T.

Novel Badai Pasti Berlalu begitu terkenal. Saya lebih dulu menonton filmya (versi Raihanun dan Vino G. Bastian) baru kemudian membaca novelnya. Setelah membaca novel ini saya merasa, saya harus menulis reviewnya. Ini novel bagus! selain itu ini merupakan review pertama yang saya tulis sebagai salah satu terapi (ala saya) untuk mengembalikan semangat menulis saya. Sambil bersedih-sedih (oleh novel ini maupun oleh diri saya sendiri), selamat membaca, semoga bermanfaat. J

BADAI PASTI BERLALU
Marga T.
1974

BLURB

Siska baru saja mengalami patah hati karena tunangannya membatalkan pernikahan mereka dan menikah dengan gadis lain. Kehilangan semangat hidup dia keluar dari pekerjaannya sebagai guru Taman Kanak-Kanak dan hidup menyendiri.

Kakak laki-lakinya berusaha keras menyembuhkannya. Leo, teman karibnya, coba menolong gadis itu.

Mula-mula Leo, yang dikenal sebagai Don Juan mempunyai motif tersendiri untuk membangkitkan gairah hidup Siska yang sudah terlelap dalam apati dan beku bagaikan sebuah ‘gunung es’.

“Alaa, ditipu sekali lagi apa salahnya, toh sudah terlanjur patah hati. Sukar utuh kembali. Ha, ha, ha. Kita harus rayakan ini,” seru Leo pada suatu ketika. Leo mendekati Siska. Tetapi...

Dari sini mulailah Marga T. mengembangkan suatu kisah mencekam dan menyentuh hati. Badai Pasti Berlalu yang pernah terbit sebagai cerita bersambung dalam harian Kompas mengisahkan kehidupan Siska yang penuh kegelisahan dan kepedihan.

Di samping Leo, muncul tokoh Helmi seniman pegawai ‘night club’, seorang pemuda yang lincah, perayu, lihai, dan licik.

Badai demi badai yang hitam pekat melanda hati Siska, yang seperti setiap gadis, mendambakan kebahagiaan cinta.

Kapan badai dalam hidupnya berlalu?

SINOPSIS

Cerita tentang kehidupan Siska, seorang guru Taman Kanak-Kanak yang dikelilingi oleh saudara-saudara dan orangtua yang sangat menyayangi dan memanjakannya. Keadaan ini tidak lantas membuatnya terhindar dari badai cinta dan kehidupan. Siska batal menikah. Akibatnya dia  sendu dan mengasingkan diri ke sebuah villa. Dia tidak mau makan atau melakukan apapun. Sifatnya berubah menjadi dingin. Di sisi lain, Leo dan teman-teman kakaknya mengadakan pertaruhan, barangsiapa yang dapat memenangkan hati Siska, akan mendapat seratus ribu rupiah.

Leo seorang dokter muda dan playboy. Dia merasa tertantang. Dia mengiyakan pertaruhan itu dan bertemu Siska. Motifnya itu membuat dia melancarkan jurus-jurus cerdik sehingga membuat ‘gunung es’ perlahan mencair. (Bagaimana saja jurusnya? Silakan baca novelnya)

Leo tahu dari bibir Siska bahwa Siska mengidap penyakit menurun. Penyakit itu membuat Siska harus berhati-hati dalam memilih pasangan hidup. Di sisi lain, taruhan itu terdengar oleh Siska yang otomatis mempengaruhi hubungan keduanya.

Hati Siska kembali membeku. Sementara Leo hampir bunuh diri karena terluka oleh wanita, kedua kalinya.

Bagaimanapun itu, hidup keduanya harus berlanjut.

Siska bertemu Helmi, seniman di ‘night club’. Hubungan keduanya berlangsung cepat dan tidak terduga. Keluarga Siska menyetujui walaupun tidak sepenuhnya senang. Asalkan Siska senang, apapun. Ternyata ada motif di baliknya. Siska manja dan dimanjakan, namun berusaha tegar untuk melindungi keluarganya. Dia tahu apa yang dilakukannya kali ini walaupun itu membuatnya menderita.

Dalam kesedihannya, dia melanjutkan hidup.

Siska tak lagi sendiri, Cosa menemani dan menghiburnya. Hanya selama dua tahun tiga bulan, Cosa kemudian pergi. Badai itu kemudian membangkitkan Siska, dia memutuskan mengambil sikap. Sedetik keberanian membawanya menyongsong badai berlalu.

REVIEW


Saya menyukai alur novel ini. Alurnya stabil tanpa membuat pembaca penasaran berlebihan dan berusaha sok tahu tetapi tetap membuat ingin terus membuka lembarannya. Ada pesan-pesan dan kritik sosial kecil yang terselip dalam kata-kata tokohnya. Kalau boleh saya berkata, novel ini abadi. Dari segi tema, alur, penokohan, setting, semuanya sempurna. Masih juga sesuai dengan era saat ini (artinya, novel ini telah bertahan hampir setengah abad). Soal gaya bahasa, novel ini memang terbit pada tahun ’70-an tetapi gaya bahasanya mudah dimengerti dan tidak jadul sama sekali. Lima bintang untuk novel ini.

Sangkar Emas

Wanita itu duduk di sofa, menghadap suaminya yang sedang melonggarkan kancing lengan kemeja. Dia menarik napas panjang. Seharian telah memikirkan ini dan yakin akan mengutarakannya pada suami.

“Kamu kenapa?” tanyanya saat menyadari istrinya menarik napas panjang.

Di kepalanya terbayang sehari-hari selama satu tahun dirinya mencari-cari aktivitas di pagi hari. Seringkali mondar-mandir tidak jelas melakukan apa. Pergi dengan teman-teman? Terlalu pagi. Pergi ke pasar? Bau. Pada akhirnya dia membaca majalah, menonton televisi, mencari kemudian menulis ulang resep masakan. Menjelang siang ketika suaminya mulai lelah atau bosan di kantor, dia mendapat pesan, selalu.

Lagi apa sayang?

Lagi cari resep masakan

Tetapi kemudian tidak dibalas. Dirinya menganggap itu basa-basi, iseng, harapan palsu, bahkan mungkin saja dia membuat mode otomatis mengirim pesan. Ah, tidak melakukan sesuatu membuat pikirannya liar. Biasanya dia kemudian memasak.

Saat jam makan siang, suaminya pulang untuk makan siang, cium-peluk kemudian tidur. Jam makan siang usai, suaminya kembali bekerja. Dia galau lagi menunggu suami pulang kantor.

Hari ini puncaknya. Pikiran liar menuntunnya mengumpulkan keberanian ini.

“Sayang, aku mau bicara,” suaminya memandangi, “...aku sudah tidak tahan berada di sangkar emas kamu seperti ini.”

Dahi laki-laki itu berkerut. “Sangkar emas?” tanyanya.

Wanita itu mengangguk.

“Aku bersyukur hasil kerjaku kamu nilai seperti sangkar emas. Bagus berarti,” dia terkekeh, bangkit dari duduknya.

“Sayaang, bukan itu maksudku! Kalau aku kerja misalnya, lumayan kan menabung-menabung begitu.”

Laki-laki itu mendekati istrinya, “Bersama kamu itu nggak perlu menabung uang, yang perlu menabung kesabaran,” katanya sambil terkekeh kemudian mencium dahi istrinya.

Wanita itu kemudian tertawa, tidak jadi memprotes. Dia berlari memeluk suaminya, bersyukur.

FIRSTLINE-Memulai Menulis

Tulisan apapun itu, baris pertama dalam tulisan menentukan pembaca apakah akan melanjutkan membaca atau tidak. Itulah kenapa penulis memutar otak untuk menciptakan baris pertama, paragraf pertama. Sebagai contoh, saya membaca ulang karya penulis favorit saya, mencatat baris-baris pertamanya.

Berikut:

I’d never given much thought to how i would die–though i’d had reason enough in the last few months–but even if i had, i would not have imagined it like this. (Twilight-Stephenie Meyer)


Bahagianya ketika jatuh cinta. (Perjanjian Hati-Shanthy Agatha)

What does it mean to truly love another? (Dear John-Nicholas Sparks)


Tidak ada alasan untuk meninggalkan Amsterdam pada musim panas. (Perahu Kertas-Dee)


...Somehow the Love that never been told will become eternity... (Cinta Pertama-Okke Sepatu Merah)


Berawal dari sekedar curhat, setiap hari, keintiman itu datang tanpa diundang... (Satu Hati Tiga Sudut-KY)


People travel for different reasons. (Antologi Rasa-Ika Natassa)


Ada rindu dan juga ketakutan di mata laki-laki itu. Ia berdiri di tengah keramaian Soho, di depan sebuah resto gallery berlantai dua yang bernama Meadow. Matanya menatap ke arah papan pengumuman yang diletakkan tepat sebelum pintu masuk. (Orange-Windry Ramadhina)

Bagus dan menarik. Semua baris pertama tersebut dimulai dekat dengan konflik, gambaran cerita sudah terlihat.

Saya belajar dari mereka, membuat baris pertama yang sebisa mungkin bagus. Sayangnya di tengah memikirkan kata apa yang akan saya tulis, menjadi tidak jadi menulis apa-apa. Lembaran MS. Word tetap putih seperti saat membukanya. Boro-boro jadi karya, menulis sebarispun tak jadi.

Satu hal yang kemudian saya pahami, baris pertama dan paragraf pertama itu penting tetapi harap untuk tidak berharap lebih pada ide dan tulisan yang akan ditullis. Bukan ketulusan yang muncul tetapi tulisan yang dibuat-buat dan bahkan tidak jadi menulis. Pada dasarnya tujuan menulis fiksi adalah bercerita. Jadi niatnya adalah 'saya menceritakan kamu tentang...'

Soal akan menjadi karya bagus atau tidak itu belakangan. Tujuan pertama adalah menuliskan ide dari kepala ke tulisan. Memberi semangat untuk diri sendiri... Keep writing! Go go go!

Sekilas Tubuh Kurus

Kurus dapat merupakan akibat keturunan, pola diet, dan penyakit. Kurus akibat keturunan bisa ditelusuri dari orangtua, kakek-nenek, dan saudara. Kebanyakan kurus akibat keturunan sehat, tidak ada masalah. Kurus akibat pola diet merupakan tindakan sengaja. Banyak ditemukan orang yang sengaja mengatur pola diet untuk mencapai berat badan tertentu atau ingin menjadi kurus. Kurus akibat pola diet ini bisa tergolong sehat bisa juga tidak. Bergantung pada kondisi tubuh dan pola yang dijalankan. Kurus akibat penyakit kadang tidak dapat dihindari. Salah satu cara untuk mencegahnya adalah menjaga kesehatan.

Tubuh dikategorikan kurus jika proporsi tinggi dan beratnya di bawah standar yang ada. Berikut cara untuk mengategorikan apakah tubuh tergolong kurus atau tidak. 

Cara pertama dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT).
IMT = Berat Badan : (Tinggi Badan)2
Satuan berat badan dalam kilogram, tinggi badan dalam meter.
Keterangan:
IMT < 18 kurus
IMT = 18 ideal
IMT > 25 gemuk
IMT > 27 obesitas

Cara kedua serupa tapi tak sama dengan menghitung dalam persentase.
Berat Badan : (Tinggi Badan – 100) x 100%
Satuan berat badan dalam kilogram, tinggi badan dalam centimeter.
Keterangan:
> 110% gemuk
antara 90-110% ideal
< 90% kurus

Tubuh kurus bukan sesuatu yang negatif dan berbahaya. Ini hanya mengenai fisik semata. Hal yang penting adalah kesehatan tubuh.

Banyak orang terkenal memiki dan berusaha bertubuh kurus. Tubuh kurus memudahkan dalam mengepas pakaian. Bentuknya yang ramping, praktis, dan mudah bergerak menjadikan tubuh kurus fleksibel. Kenakan pakaian yang agak longgar, namun jangan kebesaran. Pilih motif besar jika bermotif dan pilih warna terang.

Tubuh mencerminkan kepribadian orangnya. Tubuh kurus menunjukkan orang tersebut memperhatikan apa yang dimiliki dan berusaha menjaga tetap sehat dan seimbang. Be confident.

Biasanya orang bertubuh kurus makan banyak. Ini dapat menjadi petunjuk kelancaran sistem pencernaan seseorang. Tubuh menerima dan memproses dengan cepat. Bukan merupakan penyakit atau keanehan.

Akhir-akhir ini banyak orang kurus ingin menambah berat badan. Berikut ini beberapa cara menambah berat badan.

Menambah porsi dan frekuensi makan
Penuhi menu empat sehat lima sempurna dalam porsi yang lebih banyak dari sewajarnya. Jangan biarkan perut lapar. Makanlah ketika akan dan sedang lapar. Jika normalnya makan tiga kali sehari maka makanlah lima kali sehari. Sarapan, sarapan sesi kedua, makan siang, makan sore, dan makan malam. Perbanyak karbohidrat dan protein.

Minum vitamin
Vitamin penting bagi tubuh. Minum multivitamin jika tubuh merasa perlu.

Banyak minum air putih
Mengingat penambahan porsi dan frekuensi makan, air putih sangat penting untuk menjaga kelancaran sistem pencernaan.

Hindari stres
Ada yang makan lebih banyak saat stres. Untuk misi menambah berat badan ini sebaiknya hindari stres. Tenangkan pikiran, pikirkan kebahagiaan dan kenyamanan hidup. Jalani saja hari dengan senang maka berat badan pasti akan naik.

Syukuri bentuk tubuh yang sudah dimiliki. Apapun dan bagaimanapun itu tetap pancarkan percaya diri. Kunjungi blog Komunitas Orang Kurus Indonesia dan bergabung di twitter @KOK_Indo untuk banyak berbagi pengalaman tentang tubuh kurus. If big is beautiful, thin is woderful! Salam. :)

Sprayed Amore - RANI DAN NENEK


Dia menyesap tetes terakhir kopi di cangkir, berharap dapat mengusir kantuk. Dia mengibaskan kepala, menajamkan mata yang menatap kosong pada buku di meja. Pukul satu dini hari tetapi belum ada satu hurufpun yang mampir di otaknya. Gelisah, dia mengayunkan pensil di jari.

“Ini karena dia,” serunya lirih. Dirinya hanya ingin tidur karena mimpi jauh lebih indah dari kenyataan. Jika tidak ingat kuliah itu penting, dia pasti memilih tidur. Tidur berhari-hari tergolek di kasur menghindari pikiran tentang David yang terus datang di pikirannya.

Seorang nenek duduk di kursi goyang di teras halaman belakang sebuah rumah. Halaman itu dihiasi rumput yang terhampar seperti karpet. Cucunya duduk di kursi rotan di sebelahnya, mengerutkan bibir.

“Kuceritakan cerita...”

“Nggak, ah, paling tentang kompeni atau sekolah rakyat.”

Nenek beralih pandang dari cucunya ke langit biru. “Kita itu hidup melalui cerita yang turun temurun. Dari situ orang jadi tahu, tidak perlu mengulangi lagi kesalahan ceritanya. Pernah tidak kamu membaca terjemahan Al-Qur’an serajin membaca buku novelmu? Ada cerita juga di sana. Kisah nabi, kisah orang-orang terbaik di masanya, kisah orang yang tidak patuh pada Allah. Dari situ bisa belajar. Bukan dari kisah ibumu, bahkan nenekmu yang dari sekolah rakyat ini.”

“Nenek dulu berjalan dari rumah ini sampai ke daerah Brimob. Dulu belum ada rumah-rumah sepadat sekarang, hanya sawah yang padat. Banyak begal (baca:penjahat, perampok). Untuk sekolah, belajar baca.”

“Tidak ada memikirkan teman laki-laki seperti kamu, seperti Mbak Gita-mu. Bisa bertemu tatapan mata saja sudah itu tandanya cinta.”

“Ah, Nenek. Itu kan, dulu. Masalahnya aku batal bertunangan karena ayah! Semua gara-gara ayah.”

Nenek menatap cucunya penuh tanya.

“David bilang, bibitku tidak bagus,” dia terisak. Menangkupkan kedua belah tangan ke wajah, menghapus air mata yang menetes. Dia kemudian diam dalam waktu lama. Nafasnya mulai teratur.

“Nabi Ibrahim itu nabi yang tabah. Ayahnya pembuat berhala ternama untuk raja Namrud tetapi beliau yakin tidak mengikuti keyakinan ayahnya. Beliau menemukan Allah dengan caranya sendiri. Ayahnya berbuat salah, beliau ingatkan dengan lembut. Ayahnya kemudian marah dan mengusirnya. Seberapa besar masalahmu dibanding beliau? Tetapi apa, beliau tetap mendo’akan ayahnya. Benci itu seperti batu yang menindih, gelap dan berat menutupi hati. Biar ayahmu begitu, kamu yang sabar. Do’akan orangtuamu, menentramkan hatimu sendiri.”

Senja kemudian datang. Nenek tersenyum aneh, membuatnya mematung di tempat.

Dia terkesiap. Kepalanya telah berbantalkan meja. Dia menegakkan duduknya. Nenek? Itu pembicaraannya dengan nenek suatu hari di senja sebelum nenek meninggal. Hanya saja setting di mimpinya langit biru?

Dia bergidik. Bisakah orang mati hadir kembali di dunia. Nenek berbicara padanya. Mimpi itu rasanya nyata sekali. Dia menoleh ke seluruh sudut ruang kamarnya. Hanya dia sendirian.

David memutuskan cinta karena orangtuanya berpisah, mengatakan bibitnya tidak bagus? Pantaskah pria seperti David datang di pikiran, mengganggunya di tengah malam saat dia sibuk belajar? Membuatnya membenci ayahnya yang menikah lagi?

Dia meraih ponsel, mengetik pesan untuk David.

Yes my parents divorced but i will NOT and i don’t want to! Mereka tidak meninggalkanku saat aku susah. Terimakasih Tuhan menunjukkan siapa kamu.

Dia kemudian menghapus kontak bernama David. Dia membuka bingkai foto yang berhari-hari ini ditelungkupkan di meja. Dia menegakkan bingkai itu, memandangi foto di bingkai. Ayahnya, ibunya, dan dia di tengah, tersenyum lebar. Tidak ada cinta yang lebih dalam dari keluarga, bagaimanapun itu.

“Ibu,” dia memeluk ibunya pagi itu.

(531 kata. Cerita ini ditulis untuk mengikuti lomba menulis di Blog “Cinta yang Menginspirasi” by http://www.sprayed-amore.com/p/lomba-blog-cintamenginspirasi.html#.U2goOIF_vYU)


Lomba Menulis Cerita Pendek Hutanta - Vote Hati Menjawab

Hutanta adalah web portal yang menyediakan konten-konten kedaerahan dari mulai ebook, musik, dan video. Konten ebook di portal ini bersifat baca gratis.

Hutanta mengadakan lomba menulis cerita pendek bertema 'Saat Hati Berbicara'. Ikuti lombanya, baca, dan vote cerita pendek berjudul Hati Menjawab dengan membagikannya di media sosial, gratis. 

Lebih jelas tentang lomba, baca gambar berikut. Salam  :) 



BACA CERPEN DAN NOVEL

Membaca itu menyenangkan apalagi ketika menemukan bacaan yang menarik, membuat terngiang-ngiang akan isinya sampai berhari-hari. Baik berupa cerpen, cerbung, novella, dan novel. Berikut situs baca online yang siap memanjakan pembaca dengan bacaan berkualitas dan gratis tanpa mendaftar.

Situs ini berisi cerpen-cerpen terjemahan karya penulis luar negeri seperti Ernest Hemingway, Chinua Achebe, dan lain-lain. Ada juga kolom diskusi dan tips menulis. Membaca di situs ini akan serasa membaca karya aslinya.



Situs ini berisi cerpen, novella, dan novel baik karya penulis dalam negeri maupun terjemahan karya penulis luar negeri. Biasanya di-post berseri per-bab bersambung sampai tamat. Situs ini dilabeli dengan konten dewasa. Ada puluhan judul bacaan, artikel, dan tips menulis. Membaca di situs ini akan ketagihan. Ini asyik dan keren.



Situs ini milik majalah Femina. Bagian waktu senggang-fiksi ini berisi cerpen dan cerbung karya pemenang sayembara Femina yang diadakan setiap tahun. Adapula karya-karya bagus selain pemenang yang ditayangkan. Ada banyak pilihan judul yang bisa dinikmati.



Belum tahu banyak tentang situs ini, baru beberapa kali berkunjung. Seperti tiga situs sebelumnya, situs ini berisi bacaan berupa cerpen yang terbit di koran Minggu surat kabar Kompas, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Koran Tempo, dan Media Indonesia.


Selain membaca online dapat juga men-download. Agak sulit mencari novel gratis karena dapat dikatakan melanggar izin penulis. Download saja di Download Novel, Ebook, dan Baca Online atau melalui file hosting seperti 4shared untuk novel berbahasa Indonesia dan Inggris, TUEBL dan ePub Bud untuk novel berbahasa Inggris. Kalaupun ada, kualitasnya tidak sebagus dengan membeli tetapi cukup meningkatkan minat baca.



Apapun itu yang penting bagaimana membudayakan membaca dan jangan lupa untuk berterimakasih pada penulisnya. Happy reading. :)


Diet Sehat dan Mudah

Pengertian diet adalah pengaturan pola makan, baik ukuran, porsi dan kandungan gizinya. Diet berasal dari bahasa Yunani yang berarti cara hidup. 

Ada banyak jenis diet yang ada saat ini namun bagi saya diet yang tepat adalah yang sesuai dengan tubuh diri sendiri. Diet saya lakukan dengan cara berikut:

1. Menjaga pola makan
Makanan dan pola makan menjadi nomor satu dalam pembahasan diet dimanapun karena dari situlah tubuh menerima asupan. 

Makan sewajarnya, tiga kali sehari dengan menu empat sehat lima sempurna pada pagi hari (sarapan). Sarapan penting agar tidak tergoda ngemil sepanjang hari. Sulit? Pilih makan-makanan berat daripada ngemil. Kalaupun ingin ngemil, pilih buah-buahan, mengenyangkan namun tidak menimbun karbo. 

Tentukan jam makan dan patuhi (tepat waktu). Ingat selalu untuk tidak makan sebelum tidur karena akan membuat perut buncit.

Makan dengan santai (mengunyah 28 kali) dan tidak tergesa-gesa karena ini juga akan membuat perut buncit. Bagi wanita, makan perlahan dan terlihat lembut akan tampak anggun, bukan? ;)

2. Olahraga
Malas berolahraga? Jangan. Berolahraga tidak hanya untuk kesehatan tetapi untuk refreshing, melepaskan penat dari pikiran tentang masalah hidup. Pilih olahraga ringan yang bisa rutin dilakukan seperti berjalan kaki, jogging. Budayakan berjalan. Pasti tubuh tidak akan 'melar' selama sering berjalan kaki.

3. Tidur yang berkualitas
Jangan tidur jika tidak membutuhkan tidur namun ketika lelah dan mengantuk, segera tidur. Tidur tidak harus 8 jam sehari. Gunakan insting tubuh, coba tidak pakai alarm di akhir pekan sebagai percobaan. Setelah tubuh merasa cukup tidur, mata akan membuka dan terbangun dengan fresh.

Tubuh akan otomatis 'meminta' dan 'menolak' sesuai kebutuhannya. Ikuti saja apa maunya asalkan dibatasi. Dengan menerapkan tiga poin itu semoga dapat memperbaiki dan menjaga berat badan. Terus berusaha jaga kesehatan. Salam. :)


Diary sang Zombigaret

ZOMBIE GARETT


“Vyrna!”

“Tidak, Garett, aku tidak akan berhenti. Kamu membaca koran dan berita di televisi kan. Spesies baru zombie itu nyata. Pemburu itu nyata. Zombieland itu nyata. Mereka yang berubah menjadi zombie karena rokok dibuang ke sana. Mereka tidak lagi bisa berpikir, tidak bisa berhenti, tidak lagi bisa sembuh. Mereka, mereka menunggu mati”, Vyrna menitikkan air mata. “Kalau itu terjadi, siapa yang menderita, siapa?”

“Bau ini hanya karena aku di sekitar teman yang merokok.”

Vyrna meraih tangan kananku, membaui jemarinya. Tentu saja kebohonganku tidak berarti. Bau di kemeja dan tanganku membuktikan perbuatan duabelas batang sehariku. Vyrna meninggalkanku di luar pagar rumahnya, dia masuk, menggerendelnya kembali.

Aku kemudian pulang, duduk-duduk di jendela kamar, menonton televisi.

“Populasi zombiegaret dinyatakan meningkat. Zombieland dikhawatirkan tidak akan lagi cukup menampung dalam waktu dekat.”

Saluran TV yang lain.

“Sang pemburu semakin gencar. Petugas DKLH kembali menemukan mayat zombiegaret di jalan.”

Aku meraih segenggam rokok di saku yang luput dari sidak Vyrna. Aku menghisapnya satu dalam-dalam. Hangatnya nyaman di mulut, mengganjal keinginan untuk makan. Sudah beberapa hari ini aku tidak bisa makan, sulit rasanya untuk menelan. Sariawan semakin menggila, gigi-gigiku juga ada yang goyang seperti Pak Tua, entah kenapa.

Tok, tok, tok. Aku mengepit rokok dengan bibir, berjalan lambat, meraih gagang pintu. Asap mengepul memenuhi wajahku.

“INI SAKIT SETENGAH MATI! ROKOK $#!%! AKU KE ZOMBIELAND, AKU MATI!!”

Aku tidak mendengar ada suara yang berbicara, kutajamkan mataku, rupanya asap itu berteriak. Setelah asap itu mereda, tampak sosok kurus tinggal tulang yang berpakaian pria. Wajahnya hitam, keriput, mulutnya ompong. Dia berbalik, gerakannya sangat pelan. Aku tidak tahu siapa dia.

Aku menghisap lagi rokok keduaku dalam-dalam sambil berpikir, mencerna kejadian tadi. Lama, tidak juga kutemukan jawabnya. Tiba-tiba aku terbatuk begitu keras hingga gigiku tanggal. Suaraku serak, lama-lama suaraku menghilang. Aku melihat ke cermin, ada zombie di sana.

Sebelum kanker ini membunuhku, sebelum otakku beku, sebelum aku kehilangan memoriku, aku berusaha berlari, melangkahkan kaki sekuat tenaga. Aku tidak bisa berlari, tubuhku rusak, jalanku lambat, tulangku rapuh. Semalam lamanya aku berjalan untuk mencapai rumahnya.

***

Langit gelap namun hujan belum turun lagi sejak semalam. Sedari pagi aku berdiri di bawah pohon yang daun-daunnya sudah gugur di depan sebuah rumah yang familer bagiku. Rumah itu dipagari kawat tinggi-tinggi beraliran listrik. Kulihat jauh ke jendela di lantai dua, di sana ada gadis berambut hitam sebahu yang memandangiku dengan tatapan berbeda.

Aku menunduk, melihat diriku sendiri. Kaki kurus yang dibalut sepatu kebesaran, celana panjang yang mau melorot bahkan ikat pinggangpun tak dapat sempurna menahannya di pinggang. Aku menemukan pantulan diri di genangan air di bawah kaki. Masih aku yang sama dengan aku semalam. Aku memejamkan mata, tak dapat merubah ini.

Gadis di loteng itu masih di sana, menempelkan kedua tangannya di kaca jendela. Aku mengarahkan cermin di tangan kanan ke wajahku. Bibir hitam dan kering, bukan bibir merah yang bisa mencium wanita cantik. Aku membuka mulut perlahan, rasa sakit dan perih menyetrum seluruh tubuh sampai ke ulu hati, nafasku panas dan berbau, gusiku berdarah, gigiku goyang dan sudah ada yang tanggal kemarin malam. Kubuang cermin itu.

Aku memandangnya sekali lagi. Dia bersimpuh sekarang. Aku berusaha mengeluarkan suara tetapi tidak ada suara yang keluar, aku berusaha berteriak sekuat tenaga, hanya geraman ‘ghrrr’ yang tidak mungkin terdengar hingga loteng.

Aku meraih rokok di saku, menghembuskan asapnya, membentuk gambar hati, i love you and i’m sorry, batinku. Setelah asap itu menghilang, aku menunduk, menggerakkan tubuhku, pelumas di sendi-sendiku sudah menipis, tulangku berderak ketika aku berjalan. Aku menuju Zombieland atau akan terbunuh oleh Izrail si pemburu.

(580 kata. Cerpen ini dibuat untuk mengikuti Lomba Menulis Cerita "Diary sang Zombigaret", www.facebook.com/zombigaret)